Di Balik Tradisi Jamasan Pusaka Pada Bulan Suro

Di Balik Tradisi Jamasan Pusaka Pada Bulan Suro

KARANGANYAR  –  Tradisi memandikan benda pusaka berupa keris atau tombak kerap dilakukan setiap bulan Suro. Para pemilik benda pusaka ini biasa melakukannya lewat jasa penjamas. Salah satunya Mas Edi Riyanto, warga Legok Kalong Karanganyar yang sudah lama menjadi pemerhati benda pusaka dan penjamas keris. Setiap bulan Suro dirinya sering dimintai untuk menjamas koleksinya para kolektor.

 

“Bukan hanya bulan Suro saja, namun juga di bulan Maulud. Memang setiap Suro lebih ramai. Dan untuk malam ini (kemarin) sengaja saya luangkan waktu khusus untuk menjamas koleksi saya sendiri. Ndilalah pas malam Jumat Kliwon dan malam 10 Muharam atau bulan Suro”, katanya, Kamis malam, (27/07/2023).

 

Pria yang juga  berprofesi sebagai ASN ini telah menekuni bidang pusaka terutama keris sejak puluhan tahun yang lalu bahkan sejak kecil dirinya suka menggunakan blangkon. Bermula dari sang ayah yang berprofesi sebagai seorang abdi negara dan mempunyai banyak ageman, membuatnya tertarik untuk mengikuti jejaknya.

 

Edi menuturkan, tidak ada ritual khusus yang digunakan dalam proses memandikan keris. Bagi sebagian orang menjamas keris dipercaya untuk menjaga kesaktiannya. Namun, menurut Edi, menjamas keris dilakukan untuk menjaga keawetan keris terutama untuk menghindari korosi akibat karat.

 

“Kita itu kan orang Jawa, otomatis kita sebagai generasi muda harus dapat menjaga pusaka yang merupakan warisan adiluhung dari nenek moyang kita yang perlu kita lestarikan, kita jaga dan kita rawat. Jangan sampai budaya Jawa kita itu hilang. Kita harus terus menjaga dan merawat nguri-nguri budaya Jawa, jangan sampai orang Jawa kehilangan Jawanya”, kata Mas Edi.

 

Fungsi penjamasan sendiri, tambah Mas Edi, agar pusaka tersebut tidak rusak dan menjaga kondisi keris bertahan dan utuh seperti saat pusaka tersebut selesai dibuat oleh seorang Empu walaupun usianya sudah berumur ratusan tahun.

 

Hari yang baik untuk menjamas pusaka adalah selasa kliwon dan jumat kliwon atau hari-hari anggoro kasih dan dilakukan secara rutin minimal satu tahun sekali.

 

Proses jamasan dilakukan antara lain dimulai dengan menyiapkan benda pusaka yang akan dimandikan, menyiapkan nampan/baskom sebanyak 3 buah yang di taburi kembang 7 rupa atau kembang setaman, setelah itu satu persatu keris dikeluarkan dari warangkanya dan dilepas dari gagang pegangannya.

 

Alat lain yg disiapkan adalah air dan tikar. Tikar sebagai alas, dan air sebagai media mencuci benda pusaka. Sebelum melakukan penjamasan terlebih dahulu penjamas merapalkan doa agar proses penjamasan berjalan lancar. Satu persatu keris diuapi asap kemenyan dan selanjutnya di jamas atau dimandikan. Untuk tahap pertama di bersihkan dengan sikat halus untuk mengikis kotoran dan karat.Dari baskom pertama di bilas ke baskom kedua dengan dibersihkan menggunakan kembang dan proses pemandian terakhir di baskom ketiga yaitu pembilasan.

 

Proses akhir yaitu bilah keris dikeringkan dengan kain halus dan dikeringkan dengan hair dryer agar sisa air yang menempel benar-benar hilang. Setelah semua keris selesai di jamas, satu persatu bilah keris diolesi dengan minyak kelapa dan dibiarkan dalam suhu ruangan minimal 24 jam. Apabila memungkinkan esok harinya dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari selama satu jam. sebelum bilas keris tersebut dirangkai kembali sampai dimasukkan kedalam warangka, terlebih dahulu bilas keris diolesi minyak wangi non alkohol.

 

“Saya sendiri melihat keris itu dari nilai estetika atau keindahan saja. Apalagi kita sebagai orang Jawa kita wajib harus punya pusaka sebagai bhakti dan cinta kita sama nenek moyang kita sendiri. Harapannya kita sebagai generasi penerus sudah selayaknya wajib untuk menjaga budaya dan warisan leluhur yang adiluhung baik berbentuk pusaka atau yang lainnya”, pungkasnya.(6us)

Share

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *